New Post

Rss

Senin, 22 September 2014
Pentingnya Membaca Al-Qur'an

Pentingnya Membaca Al-Qur'an

Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Al-Qur'an adalah sumber hukum yang pertama bagi kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan membaca Al-Quran serta kemuliaan para pembacanya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: 


"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharap perniagaan yang tidak akan merugi." (Faathir : 29).

Al-Qur'an adalah ilmu yang paling mulia , karena itulah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya bagi orang lain, mendapatkan kemuliaan dan kebaikan dari pada belajar ilmu yang lainya. Dari Utsman bin Affan radhiyallah 'anhu , beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Al-Bukhari).

Para ahli Al-Qur'an adalah orang yang paling berhak untuk menjadi imam shalat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"(Yang) mengimami suatu kaum adalah yang paling qari bagi kitab Allah, maka jika mereka sama dalam bacaan maka yang paling 'alim bagi sunnah (hadits), maka jika mereka dalam As-Sunnah juga sama maka yang paling dulu hijrah, maka jika mereka juga sama dalam hijrah maka yang lebih tua usianya." (HR. Muslim)

Diriwayatkan juga oleh Imam Al-Bukhari, bahwa yang duduk di majlis Khalifah Umar Shallallahu 'alaihi wa sallam di mana beliau bermusyawarah dalam memutuskan berbagai persoalan adalah para ahli Qur'an baik dari kalangan tua maupun muda.
 
Keutamaan membaca Al-Qur'an di malam hari

Suatu hal yang sangat dianjurkan adalah membaca Al-Qur'an pada malam hari. Lebih utama lagi kalau membacanya pada waktu shalat. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: 


"Diantara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus (yang telah masuk Islam), mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu malam hari, sedang mereka juga bersujud (Shalat)." (Ali Imran: 113)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ini menyebutkan bahwa ayat ini turun kepada beberapa ahli kitab yang telah masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Asad bin Ubaid, Tsa'labah bin Syu'bah dan yang lainya. Mereka selalu bangun tengah malam dan melaksanakan shalat tahajjud serta memperbanyak memba-ca Al-Qur'an di dalam shalat mereka. Allah memuji mereka dengan menyebut-kan bahwa mereka adalah orang-orang yang shaleh, seperti diterangkan pada ayat berikutnya.
 
Beberapa Peringatan bagi Ummat Islam tentang Al-Qur'an
 
Jangan riya' dalam membaca Al-Qur'an
Karena membaca Al-Qur'an merupa-kan suatu ibadah, maka wajiblah ikhlas tanpa dicampuri niat apapun. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: 



"Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menuaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (Al-Bayyinah: 5).

Kalau timbul sifat riya' saat kita membaca Al-Qur'an tersebut, kita harus cepat-cepat membuangnya, dan mengembalikan niat kita, yaitu hanya karena Allah. Karena kalau sifat riya' itu cepat-cepat disingkirkan maka ia tidak mempengaruhi pada ibadah membaca Al-Qur'an tersebut. (lihat Tafsir Al 'Alam juz 1, hadits yang pertama).
Kalau orang membaca Al-Qur'an bukan karena Allah tapi ingin dipuji orang misalnya, maka ibadahnya tersebut akan sia-sia. Diriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah n bersabda, artinya:


"Dan seseorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya dan membaca Al-Qur'an maka di bawalah ia (dihadapkan kepada Allah), lalu (Allah) mengenalkan-nya (mengingatkannya) nikmat-nikmatnya, iapun mengenalnya (mengingatnya) Allah berfirman: Apa yang kamu amalkan padanya (nikmat)? Ia menjawab: Saya menuntut ilmu serta mengajarkannya dan membaca Al-Qur'an padaMu (karena Mu). Allah berfirman : Kamu bohong, tetapi kamu belajar agar dikatakan orang "alim", dan kamu mem-baca Al-Qur'an agar dikatakan "Qari', maka sudah dikatakan (sudah kamu dapatkan), kemudian dia diperintahkan (agar dibawa ke Neraka) maka diseretlah dia sehingga dijerumuskan ke Neraka Jahannam." (HR. Muslim)
Semoga kita terpelihara dari riya'. 

Jangan di jadikan Al-Qur'an sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dunia.

Misalnya untuk mendapatkan harta, agar menjadi pemimpin di masyarakat, untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi, agar orang-orang selalu meman-dangnya dan yang sejenisnya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya:
"…Dan barang siapa yang menghen-daki keuntungan di dunia, kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya kebaha-gianpun di akhirat. (As-Syura: 20).


"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki …" (Al Israa' : 18)
Jangan mencari makan dari Al-Qur'an

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


"Bacalah Al-Qur'an dan janganlah kamu (mencari) makan dengannya dan janganlah renggang darinya (tidak membacanya) dan janganlah berlebih-lebihan padanya." (HR. Ahmad, Shahih).


Imam Al-Bukhari dalam kitab shahih-nya memberi judul satu bab dalam kitab Fadhailul Qur'an, "Bab orang yang riya dengan membaca Al-Qur'an dan makan denganNya", Maksud makan dengan-Nya, seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari.

Diriwayatkan dari Imran bin Hushain radhiyallah 'anhu bahwasanya dia sedang melewati seseorang yang sedang membaca Al-Qur'an di hadapan suatu kaum . Setelah selesai membaca iapun minta imbalan. Maka Imran bin Hushain berkata: Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa membaca Al-Qur'an hendaklah ia meminta kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala. Maka sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca Al- Qur'an lalu ia meminta-minta kepada manusia dengannya (Al-Qur'an) (HR. Ahmad dan At Tirmizi dan ia mengatakan: hadits hasan) 


Adapun mengambil honor dari mengajarkan Al-Qur'an para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Para ulama seperti 'Atha, Malik dan Syafi'i serta yang lainya memperbolehkannya. Namun ada juga yang membolehkannya kalau tanpa syarat. Az Zuhri, Abu Hanifah dan Imam Ahmad tidak mem-perbolehkan hal tersebut.Wallahu A'lam.
Jangan meninggalkan Al-Qur'an.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , artinya: "Dan berkata Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan". (Al-Furqan: 30).


Sebagian orang mengira bahwa meninggalkan Al-Qur'an adalah hanya tidak membacanya saja, padahal yang dimaksud di sini adalah sangat umum. Seperti yang dijelaskan Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat ini. Dia menjelaskan bahwa yang dimaksud meninggalkan Al-Qur'an adalah sebagai berikut;
  • Apabila Al-Qur'an di bacakan, lalu yang hadir menimbulkan suara gaduh dan hiruk pikuk serta tidak mendengarkannya.
  • Tidak beriman denganNya serta mendustakanNya
  • Tidak memikirkanNya dan memahamiNya
  • Tidak mengamalkanNya, tidak menjunjung perintahNya serta tidak menjauhi laranganNya.
  • Berpaling dariNya kepada yang lainnya seperti sya'ir nyanyian dan yang sejenisnya.

Semua ini termasuk meninggalkan Al-Qur'an serta tidak memperdulikan-nya. Semoga kita tidak termasuk orang yang meninggalkan Al-Qur'an. Amin. 

Jangan ghuluw terhadap Al-Qur'an

Maksud ghuluw di sini adalah berlebih-lebihan dalam membacaNya.
Diceritakan dalam hadits yang shahih dari Abdullah bin Umar radhiyallah 'anhu beliau ditanya oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Apakah benar bahwa ia puasa dahr (terus-menerus) dan selalu membaca Al-Qur'an di malam hari. Ia pun menjawab: "Benar wahai Rasulullah!" Kemudian Rasulullah memerintah padanya agar puasa seperti puasa Nabi Daud alaihis salam , dan membaca Al-Qur'an khatam dalam sebulan. Ia pun menajwab: Saya sanggup lebih dari itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: bacalah pada setiap 20 hari (khatam). Iapun menjawab saya sanggup lebih dari itu. Rasulullah berasabda : Bacalah pada setiap 10 hari. Iapun menjawab: Saya sanggup lebih dari itu, lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Bacalah pada setiap 7 hari (sekali khatam), dan jangan kamu tambah atas yang demikian itu." (HR. Muslim) 


Diriwayatkan dari Abdu Rahman bin Syibl radhiyallah 'anhu dalam hadits yang disebutkan diatas:
"Dan janganlah kamu ghuluw padanya. (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
Wallahu 'a'lam bishshawab. (Muham-mad Iqbal)


Rujukan:
  1. Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 hal. 306
  2. Shahih Bukhari dan Shahih Muslim (Muhktasar).
  3. Fathu Al Bari jilid 10 kitab fadhailil Qur'an, Al Hafiz IbnuHajar
  4. At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Qur'an, An Nawawi Tahqiq Abdul Qadir Al Arna'uth.
  5. Fadhail Al-Qur'an, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, Tahqiq Dr. Fahd bin Abdur Rahman Al Rumi.
Pentingnya Belajar Al-Qur'an

Pentingnya Belajar Al-Qur'an


عن عثمان بن عفان رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ.
Dari Ustman RA, Nabi SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.”
(H.R. Imam Ahmad dan penulis kutubus sittah (yaitu, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i, Abu Dawud dan ibnu Majah ))[1]
Dalam riwayat Ibnu Majah dari Sa’ad dengan lafadz: khiyârukum (خِيَارُكُمْ)[2].
Ibnu Abu Dawud[3] meriwayatakan dari Ibnu Mas’ud dengan lafadz:

خِيَارُكُمْ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَأَقْرَأَهُ.[4]

Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang membaca Al Qur’an dan membacakannya untuk orang lain.”

[1] Musnad Imam Ahmad (1/69), Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dari hadits Ali RA. Dia juga menyebutkan hadits ini pada (1/153). Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dalam FathulBari (9/74) dengan redaksi yang sama, sebagaimana dia juga meriwayatkan dari Ustman dengan redaksi awalnya berbunyi: “inna afdhalakum man…” (artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian…”. Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dalam Mukhtashar Sunannya hadits nomer: 1402. Imam At Tirmidzi juga meriwayatkan hadits ini dari Ustman dan Ali, dan dia memberikan komentar, “Kami tidak mengetahui hadits ini diriwayatkan dari Ali dari Rasulullah SAW kecuali dari Abdurrahman bin Ishaq.” Penyusun buku ini berkata, “Hadits Ali ini adalah hadits dha’if, karena Abdurrahman bin Ishaq Al Wasithi adalah perawi yang lemah. Lihat Tuhfatul Ahwadzi (8/226).”
Imam An Nasa`i meriwayatkan hadits ini dalam As Sunan Al Kubra, bukan dalam Al Mujtabâ, sebagaimana disebutkan dalam Tuhfatul Asyraf (7/258). Ibnu Majah meriwayatkannya dalam hadits nomer: 211 dan 212 dengan redaksi awalnya “Afdhalukum…
Penyusun buku ini berkata, “Imam Muslim tidak menyebutkan hadits ini dalam Shahihnya. Sedangkan Imam Ad Darimi meriwayatkannya dalam Sunannya (2/314) dan Ath Thayalisi dalam Minhatul Ma’bud (2/2), sebagaimana diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Ash Shaghir dari Anas yang di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Sanan Al Qazaz. Imam Ad Daraquthni menganggapnya tsiqah, sedangkan imam-imam yang lain menghukuminya lemah (dha’if).
[2] Ibnu Majah nomer: 213, penulis kitab Majma’uz Zawa`id berkata, “Sanadnya lemah”.
[3] Dalam naskah asli disebutkan “Ibnu Mardawaih” namun ini salah.
[4] Hafidz Ibnu Hajar menyebutkannya dalam Fathul Bari (9/75), namun sanadnya lemah.
Hadits Ibnu Mas’ud dengan lafadz yang pertama diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir dan Ausath. Al Haitsami berkata (7/166), “Di dalam sanadnya terdapat Syuraik dan Ashim keduanya tsiqat, namun dalam hadits ini terdapat hal yang membuatnya lemah.
Makna Hadits: Al Qur’an adalah ilmu yang paling mulia, sehingga orang yang mempelajarinya dan mengajarkannya kepada orang lain adalah lebih utama dari orang yang belajar selain Al Qur’an dan mengajarkannya. Tidak diragukan bahwa orang yang menggabungkan antara mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya berarti dia telah menyempurnakan kebaikan untuk dirinya dan untuk orang lain, menggabungkan antara kebaikan yang terbatas pada dirinya dengan kebaikan yang menyangkut orang banyak, karena itu dia menjadi lebih utama. Allah SWT berfirman: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fushshilat:33). Menyeru kepada Allah bisa dengan berbagai cara, di antaranya dengan mengajarkan Al Qur’an, yang merupakan cara yang paling utama. Al Qari mengatakan dalam Al Mirqah, “Jangan menyangka bahwa mengamalkan Al Qur’an tidak termasuk dalam makna hadits ini, karena ilmu yang tidak membawa kepada pengamalan, bukanlah di sebut ilmu dalam pandangan syari’ah, karena para ulama sepakat bahwa orang yang durhaka kepada Allah adalah orang bodoh.”
Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, “Apabila ada yang mengatakan, ‘Jika demikian halnya, maka qari` (orang yang ahli baca Al Qur’an) lebih mulia dari fakih,” jawab  kami, “Tidak, karena yang dimaksud dalam hadits ini adalah orang-orang yang memahami makna-makna Al Qur’an, sehingga dia menjadi fakih dengan sendirinya. Maka siapa saja yang seperti mereka, dia termasuk dalam golongan yang ditunjuk hadits ini, bukan hanya seorang qari` atau orang yang membaca Al Qur’an untuk orang lain, namun dia tidak memahami apa yang dibaca
Tafsir Al-Kautsar

Tafsir Al-Kautsar

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.[1] Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah.[2] Sesungguhnya orang-orang yang membeci kamu dialah yang terputus.[3] 
Tafsir
Allah SWT berfirman kepada nabi-Nya, Muhammad SAW mengingatkan nikmat yang telah diberikan kepadanya:
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu sungai yang besar di surga yang dinamakan AL-KAUTSAR. Ia adalah telaga yang panjangnya perjalanan satu bulan dan lebarnya juga perjalanan satu bulan. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Bejanannya sbanyak dan semengkilap bintang-bintang di langit. Baunya lbih harum dari minyak kasturi. Siapa yang meminum seteguk darinya, maka dia tidak akan merasa haus selamanya. Dan sungai ini adalah bagian darinikmat yang banyak, yang diberikan Allah kepadanya.
2. Setelah menyebutkan nikmat-Nyya yang diberikan kepada nabi-Nya, Muhammad SAW, Dia SWT memerintahkannya untuk mensyukuri nikmat itu dengan menjadikan shalat dan sembelihannya haya untuk Allah SWT, tidak seperti orang-orang musyrik yang bersujud dan menyembelih (binatang) untuk selain Allah, seperti patung, para wali dan lain sebagainya.
Dua macam ibadah ini secara khusus disebut karena keduanya merupakan ibadah yang paling utama dan yang paling mulia. Shalat mengandung ketundukan kepada Allah SWT, di hati dan di anggota badan. Sedangkan menyembelih adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan harta berharga ang dimiliki manusia, yaitu onta, sapi dan kambing. Padahal jiwa manusia itu secara kodrati amat mencintai harta.
3. Kemudian Allah SWT berfirman, ‘wahai Muhammad, sesungguhnya orang yang membenci dan mencelamu itulah yang terputus dari semua kebaikan, terputus amal dan nama baiknya.
Sedangkan Muhammad SAW, maka dialah yang benar-benar sempurna, yang memiliki kesempurnaan yang mungkin dicapai oleh makhluk. Karena Allah telah mengangkat derajat dan namanya dan memperbanyak pengikutnya sampai hari Kiamat.
Ya Allah, ya Rabb kami, kami memohon kepada-Mu untuk dapat menyertai nabi-Mu di surga, dan meminum dari telaganya seteguk air yang menjadikan kami tidak akan merasa haus unutk selamanya.
(SUMBER: at-Tafsiir al-Yasiir karya Syaikh Yusuf bin Muhammad al-Owaid)
Copyright © Tarq Jakarta Utara All Right Reserved
Designed by Harman Singh Hira @ Open w3.